Jumat, 28 September 2012
Selasa, 18 September 2012
Kaligrafi Arab
19.34
No comments
KALIGRAFI ARAB
A. Sejarah
Perkembangan Kaligrafi Arab
Menurut sejarah Islam, orang atau
manusia yang pertama kali mengenal tulisan adalah Nabi Adam, dimana pengetahuan
tersebut diwahyukan Allah SWT kepada Nabi Adam sebagai modal pengetahuan
pertama untuk mengenal nama-nama benda. Hal ini sesuai dengan firman
Allah SWT dalam al-Qur’an surah al-Baqarah, ayat 31:
Artinya:
Dan Dia mengajarkan kepada Adam
nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para
malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika
kamu mamang benar orang-orang yang benar!" (QS. Al-Baqarah: 31)[1]
Tulisan Arab mulai tumbuh dan berkembang sejak agama
Islam muncul di tanah Arab pad abad 6 M. Penggunaan tulisan Arab pertama-tama
adalah adalah pada saat penulisan ayat-ayat suci Al-Quran. Penulisan Al-Quran secara resmi baru dimulai pada
zaman khalifah Usman bin Affan. Dimana tulisan/mushaf Arab yang dipergunakan
adalah Mushaf Utsman yakni tulisan tanpa membubuhkan tanda harakah (syakal).
Kemudian tulisan Al-Quran disebarkan di Basrah, Kufah, Makkah, dan beberapa
daerah lainnya. Penulisan Al-Quran selanjutnya menggunakan khath Kufie,
khath Raihany, khath Tsuluts, dan yang terakhir menggunakan khath
Naskhi. Untuk pertama kalinya Khath Naskhi ini dipergunakan
sebagai mushaf mencetak Al-Quran di Jerman, untuk disebarkan ke negara-negara
islam di luar Arab.[2]
Dalam
bukunya Athlasul Khatt Wal Khuthuth, Habibullah Fadzoili mengungkapkan
gambaran-gambaran perkembangan kaligrafi Arab yang terbagi dalam enam periode
sebagai berikut:[3]
Pertama,
muncul gaya Kufi yang
belum ada tanda baca (i’jam). Baru pada abad ke-7 H timbul pemikiran
mengenai tanda baca tulisan abjad al-Qur’an yang dipelopori oleh ahli bahasa
Abul Awwad Ad-Duali (w. 69 H), yang kemudian usahanya dilanjutnya oleh muridnya
sehingga mencapai tahap kesempurnaan. Pada paro abad ke-8 gaya Kufimencapai
keelokan bentuknya sehingga bertahan lebih dari tiga ratus tahun. Sampai
pada abad ke-11 H gaya Kufitelah memperoleh lebih banyak tambahan selain
ornamental.
Kedua, peride ini dimulai dari akhir
kekhalifahan Bani Umayah hingga pertengan kekuasaan Bani Abbasiyah di Baghdad,
yaitu khalifah al-Makmun. Pada masa ini muncul modifikasi dan pembentukan
gaya-gaya lain selain gaya Kufisehingga dalam tahap perindahan dan pertumbuhan
pada periode ini ditemukan enam rumusan pokok (al-Aqlam Assittah), yaitu
Tsuluts, Naskhi, Muhaqqaq, Raihani, Riq’i dan Tauqi’.Selain itu, tercatat
sekitar 24 gaya khat yang muncul dan berkembang pada periode ini, bahkan ada
yang mencatat bahwa kaligrafi Arab sampai mencapai 36 gaya.
Ketiga, periode penyempurnaan dan perumusan
kaidah penulisan huruf oleh Abu ‘Ali Muhammad bin Muqlah (w. 328 H) dan
saudaranya, Abu Abdullah Hasan bin Muqlah dengan metode al-Khath al-Mansub (ukuran
standar bentuk kaligrafi). Ibnu Muqlah sangat berjasa dalam membangun gaya
Naskhi dan Tsuluts. Di samping itu, ia juga mengodifikasi sekitar 14 gaya
kaligrafi serta menentukan 12 kaidah untuk pegangan seluruh aliran.
Keempat, periode pengembangan dari rumusan Ibnu
Muqlah oleh Ibnu Bawwab, yang nama aslinya Abu Hasan Ali Bin Hilal (w. 1022 M),
berhasil menemukan gaya lebih gemulai (al-Mansub al-Faiq), pertautan
yang indah. Gaya kesukaannya adalah khat Naskhi dan khat Muhaqqaq. Ia juga
menambahkan zukhrufah (hiasan) pada 13 gaya kaligrafi yang menjadi
eksperimennya.
Kelima, periode pengolahan khat dan pemikiran
tentang metode hiasan baru dengan penyesuaian pena bambu, yaitu dengan potongan
miring, oleh sang Qiblatul Kuttab, Jamaluddin Yaqut al-Musta’shimi. Beliau juga
mengolah gaya al-Aqlam Assittah yang masyhur pada periode kedua dengan
sentuhan kehalusan penuh estetik serta mengembalikan hukum-hukum Ibnu Muqlah
dan Ibnu Bawab pada dasar geometri dan titik yang elok dan popular. Yaqut telah
berhasil mengembangkan gaya baru tulisan Tsuluts, yang kemudian masyhur dengan
gaya Yaquti. Di masa inilah para kaligraf dengan penuh antusias mampu
menghasilkan ciptaan gaya baru, bahkan hingga ratusan gaya.
Keenam, periode menculnya tiga gaya baru pada
masa Dinasti Memeluk di Mesir (1252-1517 M) dan Dinasti Safawi di Persia
(1502-1736 M), yaitu gaya Ta’liq (Farisi) yang disempurnakan oleh kaligraf
Abdul Hayy, gaya Nasta’liq, yang merupakan gabungan antara Naskhi dan Ta’liq
oleh kaligraf Mir ‘Ali.
Lebih lanjut, perkembangan kaligrafi Arab ini juga
dapat dikelompokkan menjadi tiga periode, yaitu Periode Bani Umayyah, Periode
Bani Abbasiyah dan Periode Lanjut.[4]
a. Perkembangan
Kaligrafi Periode Bani Umayyah (661-750 M)
Beberapa ragam kaligrafi
awalnya dikembangkan berdasarkan nama kota tempat dikembangkannya tulisan. Dari
berbagai karakter tulisan hanya ada tiga gaya utama yang berhubungan dengan
tulisan yang dikenal di Makkah dan Madinah yaitu Mudawwar (bundar), Mutsallats
(segitiga), dan Ti’im (kembar yang tersusun dari segitiga dan bundar).
Dari tiga inipun hanya dua yang diutamakan yaitu gaya kursif dan mudah ditulis
yang disebut gaya Muqawwar berciri lembut, lentur dan gaya Mabsut
berciri kaku dan terdiri goresan-goresan tebal (rectilinear).
Perkembangan Kufi pun
melahirkan beberapa variasi baik pada garis vertikal maupun horizontalnya, baik
menyangkut huruf-huruf maupun hiasan ornamennya. Muncullah gaya Kufi
Murabba’ (lurus-lurus), Muwarraq (berdekorasi daun), Mudhaffar
(dianyam), Mutarabith Mu’aqqad (terlilit berkaitan) dan lainnya.
Demikian pula gaya kursif mengalami perkembangan luar biasa bahkan mengalahkan
gaya Kufi, baik dalam hal keragaman gaya baru maupun penggunannya, dalam hal
ini penyalinan al-Qur’an, kitab-kitab agama, surat-menyurat dan lainnya.
Di antara kaligrafer Bani
Umayyah yang termasyhur mengembangkan tulisan kursif adalah Qutbah al-Muharrir.
Ia menemukan empat tulisan yaitu Thumar, Jalil, Nisf, dan Tsuluts.
Tulisan ini digunakan untuk komunikasi tertulis para khalifah kepada amir-amir
dan penulisan dokumen resmi istana. Sedangkan tulisan Jalil yang berciri
miring digunakan oleh masyarakat luas.
b. Perkembangan Kaligrafi Periode Bani Abbasiyah (750-1258 M)
Gaya dan teknik menulis kaligrafi semakin berkembang terlebih pada
periode ini semakin banyak kaligrafer yang lahir, diantaranya Ad-Dahhak ibn
‘Ajlan yang hidup pada masa Khalifah Abu Abbas As-Shaffah (750-754 M), dan
Ishaq ibn Muhammad pada masa Khalifah al-Manshur (754-775 M) dan al-Mahdi
(775-786 M). Ishaq memberi kontribusi yang besar bagi pengembangan tulisan
Tsuluts dan Tsulutsain dan mempopulerkan pemakaiannya. Kemudian kaligrafer lain
yaitu Abu Yusuf as-Sijzi yang belajar Jalil kepada Ishaq. Yusuf berhasil
menciptakan huruf yang lebih halus dari sebelumnya.
Adapun kaligrafer periode Bani Abbasiyah yang tercatat sebagai nama besar
adalah Ibnu Muqlah yang pada masa mudanya belajar kaligrafi kepada Al-Ahwal
al-Muharrir. Ibnu Muqlah berjasa besar bagi pengembangan tulisan kursif karena
penemuannya yang spektakuler tentang rumus-rumus geometrikal pada kaligrafi
yang terdiri dari tiga unsur kesatuan baku dalam pembuatan huruf yang ia
tawarkan yaitu : titik, huruf alif, dan lingkaran. Menurutnya
setiap huruf harus dibuat berdasarkan ketentuan ini dan disebut al-Khat
al-Mansub (tulisan yang berstandar). Ia juga mempelopori pemakaian enam
macam tulisan pokok (al-Aqlam as-Sittah) yaitu Tsuluts, Naskhi,
Muhaqqaq, Raihani, Riqa’, dan Tauqi’ yang merupakan tulisan kursif. Tulisan
Naskhi dan Tsuluts menjadi populer dipakai karena usaha Ibnu Muqlah yang
akhirnya bisa menggeser dominasi khat Kufi.
Pemakaian kaligrafi pada masa Daulah Abbasiyah menunjukkan keberagaman
yang sangat nyata, jauh bila dibandingkan dengan masa Umayyah. Para kaligrafer
Daulah Abbasiyah sangat ambisius menggali penemuan-penemuan baru atau
mendeformasi corak-corak yang tengah berkembang. Karya-karya kaligrafi lebih
dominan dipakai sebagai ornamen dan arsitektur oleh Bani Abbasiyah daripada
Bani Umayyah yang hanya mendominasi unsur ornamen floral dan geometrik yang
mendapat pengaruh kebudayaan Hellenisme dan Sasania.
c. Perkembangan Kaligrafi Periode Lanjut
Selain di kawasan negeri Islam bagian timur (al-Masyriq) yang
membentang di sebelah timur Libya termasuk Turki, dikenal juga kawasan bagian barat
dari negeri Islam (al-Maghrib) yang terdiri dari seluruh negeri Arab
sebelah barat Mesir, termasuk Andalusia (Spanyol Islam). Kawasan ini
memunculkan bentuk kaligrafi yang berbeda. Gaya kaligrafi yang berkembang
dominan adalah Kufi Maghribi yang berbeda dengan gaya di Baghdad (Irak). Sistem
penulisan yang ditemukan oleh Ibnu Muqlah juga tidak sepenuhnya diterima,
sehingga gaya tulisan kursif yang ada bersifat konservatif.
Sementara
bagi kawasan Masyriq, seni kaligrafi dan hiasan al-Qur’an pun mencapai puncaknya.
Dinasti ini memiliki beberapa kaligrafer yang dibimbing Yaqut seperti Ahmad
al-Suhrawardi yang menyalin al-Quran dalam gaya Muhaqqaq tahun 1304, Mubarak
Shah al-Qutb, Sayyid Haydar, Mubarak Shah al-Suyufi dan lain-lain.
B. Macam-macam Kaligrafi Arab
Dari awal
Islam sampai sekarang terdapat lebih dari empat ratus lebih gaya, jenis, atau
aliran kaligrafi Arab. Semuanya memiliki cirri dan karakter sendiri-sendiri,
tetapi yang mampu bertahan dengan penyempurnaannya hanya sekitar belasan
aliran.
Menurut
ketentuan yang sudah baku dalam seni tulisan Arab murni (khath Arab),
dapat dikenal beberapa jenis khat, yakni Naskhi, Tsuluts, Riq’ah, Ijazah,
Diwani, Diwani Jali, Farisi dan Kufi.[5]
Untuk lebih jelasnya akan kami jelaskan sebagai berikut:
a. Naskhi
Khat Naskhi adalah jenis khat yang paling umum
dipakai dalam penulisan bahasa Arab, karena di samping bentuk hurufnya yang
sederhana dan mudah dibaca oleh orang non-Arab sekalipun, juga merupakan dasar
bagi semua jenis khat pada umumnya.[6]
Dinamakan Naskhi karena sering dipakai pada penyalinan mushaf dan penulisan
naskah-naskah kitab berbahasa Arab, majalah, atau koran. Keindahan aliran ini disebabkan karena
adanya iringan harakat atau syakal walaupun pembentukannya sederhana.
Tulisan Naskhi
atau Nasakh merupakan suatu jenis tulisan bentuk curcif, yakni tulisan bergerak
berputar (rounded) yang sifatnya mudah untuk dibaca. Umumnya tulisan
curcif ini lebih berperanan sebagai tulisan mushaf Al-Quran bila dibandingkan
dengan Khat Koufi.
Ibn Muqlah
merumuskan empat ketentuan tentang tata cara dan tata letak yang sempurna
tulisan Naskhi, yakni Tashrif (jarak huruf yang rapat dan teratur), Ta’lif
(susunan huruf yang terpisah dan bersambung dalam bentuk yang wajar), Tasthir
(keselarasan dan kesempurnaan hubungan satu kata dengan kata lainnya dalam satu
garis lurus), Tanshil (memancarkan keindahan dalam setiap sapuan garis
pada setiap huruf).[7]
Contohnya sebagai
berikut:
b. Tsuluts
Tsuluts yang berarti sepertiga, yaitu sepertiga
kertas yang sering dipakai di kedutaan Mesir. Gaya Tsuluts tampak lebih tegas
daripada Naskhi walaupun huruf-hurufnya agak mirip dengan gaya Naskhi dalam
pembentukannya yang berumpun satu jenis. Bentuk dan lekukan huruf-hurufnya
jelas dan gagah. Keindahannya terletak pada penataan hurufnya yang serasi dan sejajar dengan disertai harakat dan
hiasan-hiasan huruf sehingga tidak mustahil kalu jenis ini memperoleh nilai
tertinggi daripada jenis-jenis yang lainnya. Keluwesannya tidak terikat dengan
garis yang digunakan pada judul-judul naskah, papan nama, dekorasi, lukisan,
desain dan lain-lain.[8]
Contohnya sebagai berikut :
c. Riq’ah.
Dinamakan Riq’ah karena sesuai dengan gaya
penulisannya yang kecil-kecil serta terdapat sudut siku-siku yang unik dan
indah. Khat Riq’ah merupakan salah satu khat yang kurang cocok jika diberi
syakal dan hiasan sebab lebih digunakan pada penulisan steno atau cepat,
misalnya untuk catatan sekolah atau wartawan. Khat ini kurang luwes dipakai
dalam lukisan karena lebih banyak terikat dengan kaidah penulisannya yang di
atas garis meskipun ada beberapa huruf yang sebagian di bawah garis.[9]
Contohnya sebagai berikut :
d. Ijazah
Sesuai dengan namanya, khat ini lebih banyak
dipakai untuk ijazah-ijazah. Menilik jenisnya, gaya ini merupakan gabungan dari
Naskhi dan Tsuluts. Bentuknya kecil seperti Naskhi, tetapi huruf-hurufnya luwes
seperti Tsuluts, baik dalam syakal maupun hiasan-hiasannya.[10]
Contohnya sebagai berikut :
e. Diwani
Jenis khat ini sering dipakai untuk tulisan
kantor-kantor, lencana, surat-surat resmi, dan lain-lain. Namanya yang terambil
dari kata diwan yang berarti kantor sesuai dengan huruf-hurufnya yang
berbentuk lembut, gemulai penuh gaya melingkar, serta tersusun di atas garis
seperti khat Riq’ah. Perlu diperhatikan bahwa gaya Diwani tidak memakai syakal
ataupun hiasan dalam penyusunannya. Karena bila memakai, justru kurang menyatu
dengan gaya penulisanya.[11]
Contohnya sebagai berikut:
f. Diwani Jali
Khat ini lebih jelas daripada Diwani biasa.
Perbedaanya, yaitu pemberian syakal, hiasan, dan bertitik-titik rata pada
lekukan-lekukan hurufnya, lebih memperindah penyusunan khat ini. Namun gaya ini
jarang digunakan kecuali dalam dekorasi.[12]
Contohnya sebagai berikut :
g. Kufi
Kata Kufi diambil atau dinisbahkan pada
asalnya, yaitu Kufah. Dengan pembentukan yang geomatris atau balok bergaris
lurus, Kufi lebih mudah disusun sesuai keinginan dengan menyatukan pembentukan
yang sejajar, kemudian diolah untuk motif dekorasi sehingga keindahan Kufi akan
terlihat, apalagi jika dibubuhi ornamen-ornamen. Khat ini cocok dipakai untuk
judul buku, dekorasi, atau lukisan.[13]
Contohnya sebagai berikut :
h. Farisi
Khat ini sama dengan jenis Ta’liq yang berarti
menggantung. Farisi sendiri terkait dengan nama daerah asalnya, yaitu Persia
(Iran). Gaya Farisi memiliki kecenderungan kemiringan huruf ke kanan dan
ditulis tanpa harakat ataupun hiasan. Khat ini sampai sekarang masih tetap
dipakai oleh orang-orang Iran, Pakistan, baik formal maupun nonformal. Khat ini
juga cocok dalam brbagi bidang.[14]
Contohnya sebagai berikut :
Langganan:
Postingan (Atom)